dan tidak stabil, maka alat listrik yang
digunakan tidak dapat beroperasi secara normal, bahkan akan mengalami
kerusakan. Tetapi dalam prakteknya, seberapa besar tingkat pelayanan
terbaik dapat dipenuhi, masih memerlukan beberapa pertimbangan,
mengingat beberapa alasan.
Secara umum, baik buruknya sistem penyaluran dan distribusi tenaga listrik terutama adalah ditinjau dari hal-hal berikut ini:
1).
Kontinyuitas Pelayanan yang baik, tidak sering terjadi pemutusan,
baik karena gangguan maupun karena hal-hal yang direncanakan.
Biasanya, kontinyuitas pelayanan terbaik diprioritaskan pada beban-beban
yang dianggap vital dan sama sekali tidak dikehendaki
mengalami pemadaman, misalnya: instalasi militer, pusat pelayanan
komunikasi, rumah sakit, dll.
2). Kualitas Daya yang baik, antara lain meliputi:
- kapasitas daya yang memenuhi.
- tegangan yang selalu konstan dan nominal.
- frekuensi yang selalu konstan (untuk sistem AC).
Catatan: Tegangan nominal di sini dapat pula diartikan kerugian tegangan yang terjadi pada saluran relatif kecil sekali.
3). Perluasan dan Penyebaran daerah beban yang dilayani seimbang.
Khususnya untuk sistem tegangan AC 3 fasa, faktor keseimbangan/kesimetrisan beban pada masing-masing fasa perlu diperhatikan.
Bagaimana pengaruh pembebanan yang tidak simetris pada suatu sistem distribusi, akan dibicarakan lebih lanjut dalam bagian lain.
4). Fleksibel dalam pengembangan dan perluaan daerah beban.
Perencanaan
sistem distribusi yang baik, tidak hanya bertitik tolak pada kebutuhan
beban sesaat, tetapi perlu diperhatikan pula secara teliti mengenai
pengembangan beban yang harus dilayani, bukan saja dalam hal penambahah
kapasitas dayanya, tetapi juga dalam hal perluasan daerah beban yang
harus dilayani.
5). Kondisi dan Situasi Lingkungan. Faktor ini
merupakan pertimbangan dalam perencanaan untuk menentukan tipetipe atau
macam sistem distribusi mana yang sesuai untuk lingkungan bersangkutan,
misalnya tentang konduktornya, konfigurasinya, tata letaknya, dsb.
termasuk pertimbangan segi estetika (keindahan) nya.
6).
Pertimbangan Ekonomis. Faktor ini menyangkut perhitungan untung rugi
ditinjau dari segi ekonomis, baik secara komersiil maupun dalam rangka
penghematan anggaran yang tersedia.
2-2-5-2 Jaringan Sistem
Distribusi Sekunder Sistem distribusi sekunder digunakan untuk
menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada
di konsumen. Pada sistem distribusi sekunder bentuk saluran yang paling
banyak digunakan ialah sistem radial. Sistem ini dapat menggunakan
kabel yang berisolasi maupun konduktor tanpa isolasi. Sistem ini
biasanya disebut sistem tegangan rendah yang langsung akan dihubungkan
kepada konsumen/pemakai tenaga listrik dengan melalui
peralatan-peralatan sbb:
1) Papan pembagi pada trafo distribusi,
2) Hantaran tegangan rendah (saluran distribusi sekunder).
3) Saluran Layanan Pelanggan (SLP) (ke konsumen/pemakai)
4) Alat Pembatas dan pengukur daya (kWH. meter) serta fuse atau pengaman pada pelanggan.
2-3 Tegangan Sistem Distribusi Sekunder
Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut standar;
(1) EEI : Edison Electric Institut,
(2)
NEMA (National Electrical Manufactures Association). Pada dasarnya
tidak berbeda dengan sistem distribusi DC, faktor utama yang perlu
diperhatikan adalah besar tegangan yang diterima pada titik beban
mendekati nilai nominal, sehingga peralatan/beban dapat dioperasikan
secara optimal. Ditinjau dari cara pengawatannya, saluran distribusi AC
dibedakan atas beberapa macam tipe, dan cara pengawatan ini bergantung
pula pada jumlah fasanya, yaitu:
1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt
2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt
3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt
4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt
5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt
6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt
7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt
8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt
9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt
Di
Indonesia dalam hal ini PT. PLN menggunakan sistem tegangan 220/380
Volt. Sedang pemakai listrik yang tidak menggunakan tenaga listrik dari
PT. PLN, menggunakan salah satu sistem diatas sesuai dengan standar yang
ada. Pemakai listrik yang dimaksud umumnya mereka bergantung kepada
negara pemberi pinjaman atau dalam rangka kerja sama, dimana semua
peralatan listrik mulai dari pembangkit (generator set) hingga peralatan
kerja (motor-motor listrik) di suplai dari negara pemberi
pinjaman/kerja sama tersebut. Sebagai anggota, IEC (International
Electrotechnical Comission), Indonesia telah mulai menyesuaikan sistem
tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah
tidak mencantumkan lagi tegangan 127 Volt. (IEC Standard Voltage).